Minggu, Juni 13, 2010

mengulas kembali BABAD TANAH LELUHUR (SEJARAH PURWOREJO)

Kabupaten Purworejo memiliki sejarah yang sangat tua, dimulai dari zaman Megalitik disinyalir telah ada kehidupan dengan komunitas pertanian yang teratur, terbukti dengan sejumlah peninggalan sejarah di masa MEGALITH berupa MENHIR Batu Tegak di sejumlah wilayah Kecamatan di Kabupaten Purworejo. Ketika zaman Hindu Klasik, kawasan Tanah Bagelen berperan besar dalam perjalanan sejarah Kerajaan Mataram Kuno (Hindu). Tokoh Sri Maharaja Balitung Watukoro dikenal sebagai Maharaja Mataram Kuno terbesar, dengan wilayah kekuasaan meliputi : Jawa Tengah, Jawa Timur dan beberapa Wilayah Luar Jawa.
menurut Sejarah adanya Penemuan beberapa Prasasti yang ada di Purworejo adalah sebagai Tolok ukur Pertama munculnya kabupaten Purworejo

Prasasti Kayu Ara Hiwang menyebutkan tahun Saka 823, bulan Asuji, hari kelima bulan Paro Petang, Vurukung Senin (wuku) Margasira, bersamaan dengan Siva, atau tanggal 5 Oktober 901 Masehi. Saat itu Raka dari Vanua Poh, Dyah Sala (Mala), putra dari Sang Ratu Bajra yang tinggal di Parivutan, telah menandai Desa Kayu Ara Hiwang yang masuk wilayah Vatu Tihang, menjadi tanah perdikan. Daerah tersebut dibebaskan dari segala pajak, kesemuanya itu untuk memelihara tempat suci Parahyangan. yang di temukan berada di bawah pohon Sono berukuran Besar yang berada di Desa Borowetan Kecamatan Banyuurip, di desa ini terletak di lintasan Kali BOGOWONTO dan berbatasan dengan Desa Borokulon, Popongan, Tegalrejo dan Semawung. sejak tahun 1890 prasasti ini telah dipindahkan dan disimpan di Museum Nasional Jakarta Jl Merdeka Barat , dengan inventaris No 78.

Prof. Purbacaraka menyatakan bahwa SRI MAHARAJA BALITUNG WATUKORO berasal dari daerah Bagelen. Indikasi ini tercermin pada nama "Watukoro" yang menjadi nama sebuah Sungai Besar, Sungai ini disebut juga dengan nama KALI BOGOWONTO. Disebut demikian, mengingat pada masa itu di tepian sungai sering terlihat pendeta (Begawan).

Petilasan suci berupa Lingga, Yoni dan Stupa tempat para begawan melakukan upacara dapat dilihat di wilayah Kelurahan Baledono, Kecamatan Loano dan Bagelen. Desa Watukuro sendiri terdapat di muara sungai Bogowonto dan masuk dalam wilayah Kecamatan Purwodadi.

Pengembangan Agama Islam di wilayah Purworejo, dilakukan oleh Ki Cakrajaya seorang tukang sadap nira dari Bagelen, murid dari Sunan Kalijogo. Ki Cakrajaya lebih dikenal dengan sebutan Sunan Geseng. Peninggalan Sunan Geseng banyak terdapat di Bagelen dan Loano.

Kenthol Bagelen yang merupakan Pasukan Andalan Sutawijaya, tokoh yang kemudian naik tahta menjadi Panembahan Senopati, merupakan dasar pembentukan Kerajaan Islam Mataram. Pada periode berikutnya ketika Sultan Agung berkuasa di Mataram, pasukan dari Bagelen inilah yang memberikan andil besar dalam penyerangan ke Batavia dan termasuk pasukan inti Mataram.

Akibat dari Perjanjian Giyanti 1755 yang memisahkan Kerajaan Jawa menjadi 2, yaitu Surakarta dan Yogyakarta, tanah Bagelen-pun menerima dampaknya, dimana tanah Bagelen dibagi menjadi 2 bagian untuk Yogyakarta dan Surakarta, tapi karena tidak jelasnya batas-batas pembagian tersebut, mengakibatkan sengketa yang berkepanjangan. Masa Perang Diponegoro meletus (1825 - 1830) tanah Bagelen menjadi basis perlawanan Pangeran Diponegoro. Melihat adanya pemberontakan oleh Pangeran Diponegoro, maka Jenderal De Kock meminta bantuan pasukan dari Kerajaan Surakarta.

Menghadapi ini, Belanda yang dipimpin oleh panglimanya Kolonel Cleerens membangun markas besar garnisun di Kedongkebo tepi Sungai Bogowonto. Perang hebat tidak bisa dihindarkan, Belanda yang dibantu pasukan dari Kerajaan Surakarta yang dipimpin oleh Pangeran Kusumayuda beserta Ngabehi Resodiwiryo berhadapan dengan Pangeran Diponegoro yang dibantu oleh pasukan laskar Rakyat Bagelen

Paska Perang Diponegoro, Tanah Bagelen dan Tanah Banyumas diminta paksa oleh Belanda. Kemudian Belanda menghadiahkan kepada Ngabehi Resodiwiryo yang berjasa membantu melawan pemberontak, menjadi Penguasa Tanggung dengan gelar Tumenggung Cakrajaya yang selanjutnya diangkat menjadi Bupati (Regent) Kabupaten Purworejo dengan Gelar Cokronegoro. Pelantikan dilakukan di Kedungkebo, markas garnisun Belanda dan yang melantik adalah Kolonel Cleerens.

Wilayah Kabupaten Purworejo ketika itu adalah seluas 263 Pal persegi atau sekitar 597 Km persegi, meliputi Kawasan Timur Sungai Jali. Sedangkan wilayah seluas 306 Km persegi di Barat Sungai Jali, merupakan wilayah Kabupaten Semawung (Kutoarjo) dan dipimpin oleh Bupati (Regent) Sawunggaling. Pada perkembangan lebih lanjut, Kedongkebo yang merupakan basis Militer Belanda digabung dengan Brengkelan dan menjadi Purworejo. Sedangkan Tanah Bagelen oleh Pemerintah Kolonial Belanda dijadikan Karesidenan Bagelen dengan Ibu Kota Purworejo.

Wilayah Karesidenan Bagelen meliputi, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Semawung (Kutoarjo), Kabupaten Kutowinangun, Kabupaten Remo Jatinegara (Karanganyar) dan Kabupaten Urut Sewo atau Kabupaten Ledok atau Kabupaten Wonosobo.

Residen Bagelen bertempat tinggal di Bangunan yang sekarang menjadi Kantor Pemerintah Daerah Purworejo atau lebih dikenal dengan nama Kantor OTONOM yang lokasinya di bagian Selatan Alun-alun Purworejo.

Di kutip dari Humas Purworejo

KUTIPAN UNTUK IBU

IBU... sungguh besar jasamu, sungguh mulia pengabdianmu, 26 Tahun silam engkau melahirkanku, hingga seperti saat ini, dari kecil engkau didik aku, dari kecil engkau menyayangiku, engkau tidak pernah marah engkau selalu sayang, keringatmulah yang membuat aku seperti ini sekarang.. dari pagi engkau cari nafkah demi anak anakmu...

namun?!! maafkan anakmu ibu, hingga saat ini aku belum bisa membahagiakanmu, membalas jasa jasa ibu selama ini,, entah seperti apakah dosa anakmu ini. yang belum membalas jasamu,.. maafkan aku ibu...

setelah ayah meninggal ( 1997 ) engkau banting tulang demi lulusnya kedua anakmu ibu,,sampai kapanpun jasamu tak akan mungkin bisa sirna sampai akhir hayat..


Tuhan yang kuasa berilah kesehatan untuk ibu ya allah. meskipun dalam kesendirian tapi engkau tetap tabah.. maafkan anakmu yang tidak bisa menemani engkau
, Doa ku selalu terpanjat untukmu,...

Ibu........ yakinlah bahwa kasih sayangku masih ada untuk dirimu....